Migrasi Vertikal Zooplankton: Strategi Adaptif dalam Ekosistem Akuatik

Migrasi vertikal zooplankton pada kondisi malam dan siang hari
Migrasi vertikal zooplankton pada kondisi malam dan siang hari | sumber: kids.frontiersign.org

Apa Itu Migrasi Vertikal Zooplankton?

Zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan oleh fitoplankton. Peranan zooplankton di perairan laut sangat penting untuk diketahui, mengingat zooplankton adalah organisme yang dapat memanfaatkan proses dan pemindahan energi karena menjadi penghubung antara produsen dengan hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Parameter-parameter lingkungan yang memengaruhi kehidupan zooplankton meliputi intensitas cahaya matahari, makanan, predator suhu, kedalaman, kecerahan, arus, salinitas, dan pH. Cahaya, makanan, dan predator merupakan parameter yang paling utama memengaruhi migrasi zooplankton. Secara umum zooplankton menghindari sinar matahari, dengan sifatnya yang fototaksis negatif, penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih banyak pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Zooplankton akan banyak terdapat di dasar perairan pada siang hari dan akan naik kepermukaan pada malam hari atau pagi hari.

Migrasi vertikal harian (Diel Vertical Migration/DVM) adalah perilaku umum pada zooplankton, di mana organisme ini berpindah ke lapisan air yang lebih dalam saat siang hari dan naik ke permukaan saat malam. Perilaku ini dianggap sebagai strategi untuk menghindari predator yang berburu dengan penglihatan di siang hari, sambil tetap mendapatkan akses ke sumber makanan di permukaan pada malam hari.

Mekanisme dan Faktor Pemicu

Studi oleh Ohman (1990) menunjukkan bahwa spesies copepoda Pseudocalanus newmani menunjukkan tiga pola migrasi: migrasi normal (naik malam hari), migrasi terbalik (turun malam hari), dan tidak bermigrasi. Pola ini bergantung pada keberadaan predator di lingkungan mereka. Ketika predator seperti Euchaeta elongata dan Sagitta elegans melimpah, P. newmani cenderung melakukan migrasi terbalik untuk menghindari predasi.

Selain itu, eksperimen oleh Loose dan Dawidowicz (1994) menunjukkan bahwa keberadaan kairomon (senyawa kimia yang dilepaskan oleh predator) dari ikan dapat memicu DVM pada Daphnia magna. Namun, migrasi ini memiliki biaya berupa penurunan suhu rata-rata yang dialami dan penurunan laju pertumbuhan serta reproduksi.

Variasi Geografis dan Musiman

Penelitian di Laut Arktik selama malam kutub menunjukkan bahwa zooplankton tetap melakukan DVM meskipun tidak ada siklus siang-malam yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain, seperti ritme endogen atau isyarat lingkungan lainnya, dapat mempengaruhi perilaku migrasi.

Di Samudra Pasifik Utara, studi oleh Inoue et al. (2016) menggunakan data akustik untuk mengamati DVM pada zooplankton. Mereka menemukan bahwa kedalaman migrasi bervariasi secara musiman, dengan lapisan zooplankton berada lebih dalam di musim dingin dibandingkan musim lainnya. Selain itu, siklus bulan juga mempengaruhi kedalaman distribusi zooplankton, dengan distribusi yang lebih dalam selama bulan purnama.

Peran dalam Siklus Karbon Laut

Migrasi vertikal zooplankton tidak hanya penting bagi dinamika komunitas plankton, tetapi juga memainkan peran sentral dalam biological carbon pump. Saat zooplankton memakan fitoplankton di permukaan pada malam hari dan kemudian bergerak ke kedalaman pada siang hari, mereka membantu mengangkut karbon organik ke lapisan laut yang lebih dalam melalui proses ekskresi dan mortalitas. Faktor-faktor seperti ukuran tubuh, kecepatan berenang, dan kedalaman migrasi mempengaruhi seberapa besar kontribusi karbon dari spesies tertentu. Sehingga, perubahan perilaku migrasi akibat tekanan lingkungan (seperti pemanasan global atau penangkapan ikan berlebih) dapat berdampak luas pada siklus karbon dunia.

Peran dalam Perikanan Tangkap

Zooplankton   merupakan   plankton   hewani yang   memiliki   peran   sebagai   konsumen pertama     pada     perairan     yang     menjadi penghubung  antara  produsen  dan  konsumen tingkat  atas.  Tingginya kelimpahan plankton dapat dijadikan sebagai indikator   kesuburan   perairan.   Selain   itu, tingginya kelimpahan plankton ini juga dapat dimanfaatkan sebagai lokasi daerah penangkapan ikan. Daerah  penangkapan  ikan (fishing  ground) merupakan  suatu  daerah  atau  lokasi  untuk menangkap  ikan  bagi  nelayan. Daerah     penangkapan     ikan dapat ditentukan dengan melihat banyaknya gerombolan   ikan   yang   ada   pada   perairan tersebut. Salah satu tantangan bagi para nelayan adalah kurangnya pengetahuan akan penentuan zona penangkapan  ikan. Perilaku migrasi vertikal zooplankton berperan sebagai indikator penting dalam menentukan zona-zona penangkapan ikan yang produktif, khususnya untuk ikan-ikan pelagis kecil yang menjadikan zooplankton sebagai pakan utama. Konsentrasi zooplankton yang tinggi di suatu wilayah sering kali berkorelasi langsung dengan kemunculan agregasi ikan.

Melalui pendekatan ekologi spasial berbasis Geographic Information System (GIS), distribusi zooplankton dapat dipetakan secara real time dengan menggabungkan data oseanografi (suhu, klorofil-a, arus) dan data akustik atau sampel planktonik. Teknologi ini telah terbukti efektif dalam mendukung kebijakan penangkapan ikan berkelanjutan dan penentuan zona potensi perikanan oleh lembaga-lembaga seperti BRIN, PUSDATIN, maupun badan perikanan global.

 

Pemanfaatan GIS dalam ekologi laut

Di Indonesia, pemanfaatan GIS dalam konteks ekologi laut tidak hanya relevan bagi peneliti atau akademisi, tetapi juga mulai dilirik oleh pengelola sumber daya perikanan dan pelaku industri yang ingin mengedepankan efisiensi serta keberlanjutan. Melalui pendekatan ini, proses penangkapan ikan dapat diarahkan ke lokasi-lokasi yang secara ilmiah lebih menjanjikan, sekaligus mengurangi tekanan berlebih pada wilayah-wilayah yang sensitif.

Beberapa lembaga di Indonesia yang bergerak di bidang pemetaan dan edukasi kelautan mulai mengembangkan program pembelajaran dan pelatihan seperti Nusantara Geosains Institute (NGI) yang mengintegrasikan analisis zooplankton dan GIS ini. Program semacam ini tidak hanya memperkuat kapasitas teknis, tetapi juga memperluas wawasan mengenai pentingnya membaca tanda-tanda biologis laut dalam konteks pengelolaan perikanan yang adaptif.

 

 

Leave a Comment

Shopping Cart
Scroll to Top
Butuh Bantuan?