Laut: Penyerap Karbon Terbesar di Planet Ini

Ilustrasi penyerapan Karbon di atmosfer oleh komponen yang ada di dalam lautan | sumber: AI-generated image by ChatGPT, OpenAI

Pemanasan global saat ini menjadi isu lingkungan yang utama karena mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan berimbas pada kehidupan mahluk hidup, yakni perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut. Pemanasan global merupakan kejadian dimana terjadinya peningkatan suhu di atmosfer, laut dan daratan. Para ilmuwan menyatakan ini disebabkan oleh aktivitas manusia (antropogenik) dalam melakukan pembakaran  bahan  bakar  fosil,  seperti batu bara,  minyak  bumi, dan gas alam yang sangat potensial melepas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer (IPCC 2003). Gas  rumah  kaca  diartikan  sebagai  gas yang  terkandung  dalam  atmosfer  Bumi  yang memiliki kemampuan menyerap dan memantulkan  gelombang radiasi infra merah dari matahari. Tanpa gas rumah kaca pada atmosfer, bumi akan menjadi dingin  dan  menjadi  tidak  bisa  ditempati  oleh manusia. Gas rumah kaca berfungsi seperti kaca pada rumah kaca yaitu memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam bumi, sehingga  bumi  menjadi  hangat dan nantinya sebagian sinar matahari yang masuk dapat dipantulkan kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi  sinar infra  merah.  Beberapa  contoh  gas rumah kaca tersebut ialah CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, SF6, CF3I, CH2Br2, CHCl3, CH3Cl, dan CH2Cl2.

 

Bagaimana Laut Menyerap Karbon?

Penyerapan karbon di laut terjadi melalui dua mekanisme utama, yakni pompa kelarutan dan pompa biologis. Pertama, pompa kelarutan (solubility pump) terjadi ketika CO₂ larut di permukaan laut yang dingin dan tenggelam ke lapisan laut yang lebih dalam melalui arus termohalin. Proses ini sangat efisien di daerah lintang tinggi seperti Samudra Selatan, di mana suhu rendah memperkuat kelarutan CO₂.  Kedua, pompa biologis (biological pump) melibatkan organisme fotosintetik seperti fitoplankton, yang menyerap CO₂ selama proses fotosintesis. Ketika mereka mati, sebagian dari karbon tersebut tenggelam ke dasar laut sebagai bagian dari rantai makanan laut, mengunci karbon selama ratusan hingga ribuan tahun.

Ekosistem Penyerap Karbon

Ekosistem pantai seperti mangrove dan padang lamun memberikan banyak servis yang penting untuk  penyesuaian perubahan  iklim. Salah  satu  servis ekosistem yang  disediakan oleh  mangrove  dan  padang  lamun  dalam  hubungan  memerangi  perubahan  iklim  global  adalah menyerap dan menyimpan sejumlah besar karbon biru (blue carbon) yang berasal dari atmosfer dan samudra sehingga kini diakui perannya dalam menanggulangi perubahan iklim.

Hutan    mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir perairan tropis yang memiliki beragam manfaat potensial  bagi  lingkungan  dan  manusia. Hutan mangrove memiliki salah  satu fungsi yang  sangat penting sebagaimana   hutan   lainnya yaitu sebagai penyerap dan penyimpan karbon (C). Hutan mangrove dapat menyimpan lebih dari tiga kali  rata-rata penyimpanan karbon  per  hektar oleh hutan   tropis   daratan. Hal ini didukung oleh penelitian Darusman (2006) dalam Bismark et al. (2008), bahwa fungsi optimal penyerapan    karbon    oleh    mangrove mencapai 77,9 %, di mana karbon yang diserap     tersebut     disimpan     dalam biomassa mangrove yaitu pada beberapa  bagian  seperti  pada  batang, daun, dan akar.

Lamun  merupakan  tumbuhan  laut  yang  berkontribusi terhadap  penyerapan  karbon  melalui  proses  fotosintesis  yang kemudian disimpan dalam  bentuk biomassa pada  bagian daun, rhizoma dan akar.  Biomassa  lamun  dipengaruhi  oleh  umur tegakan,    komposisi,    struktur    tegakan    dan    perkembagan vegetasi. Karbon  yang  diserap  melalui proses   fotosintesis   berasal  dari   atmosfer   yang   kemudian terlarut  di  laut  dan  disimpan  dalam  bentuk  DIC  (Dissolved Inorganic  Carbon). Ekosistem  lamun  dapat menyimpan  sebanyak  83.000  metrik  ton  karbon  dalam  setiap kilometer   persegi   dan   mengendapkannya   dalam   jaringan bagian  lamun  atau  sedimen  dalam  waktu  yang  cukup  lama, sehingga keberadaan  lamun di  bumi  sangat diperlukan  sebagai jasa   dalam   penyerapan   karbon. Dengan   demikian,   padang   lamun   dapat   berperan   sebagai reservoir  karbon  di  lautan  (carbon  sink)    atau  dikenal dengan istilah karbon biru (blue carbon).

 

Laut dan Perubahan Iklim

Laut memiliki peranan yang sangat penting dalam siklus karbon global. Melalui proses-proses fisis dan biologis yang terjadi, laut mampu menyerap dan melepaskan karbon dioksida (CO2) dari dan ke atmosfer. Dalam proses penyerapan CO2 atmosferik oleh laut akan dihasilkan asam karbonik (H2CO3) yang dinetralisasi relatif cepat melalui reaksi dengan senyawa karbonat yang berasal dari proses pelapukan batuan karbonat daratan dan pemecahan bahan kimia kerangka organisme laut yang mati, sehingga level pH di laut relatif konstan, yaitu sekitar 8 – 8.3. Peningkatan konsentrasi CO2 atmosferik akibat aktivitas manusia dapat menurunkan pH air laut hingga 0,3 – 0,5 unit hingga akhir abad ini, kecenderungan inilah yang dikenal sebagai pengasaman laut. Hal ini berdampak serius pada organisme laut penghasil kalsium karbonat seperti terumbu karang dan moluska.

Pengasaman    laut    akan    berpengaruh buruk  terhadap  laut,  khususnya  para  penghuni laut.  Salah  satunya  ialah  berpengaruh  terhadap keberlangsungan   ekosistem   terumbu   karang. Terumbu    karang    merupakan    hewan    yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Perubahan     seperti     suhu     dan     pH     yang diakibatkan    oleh    pengasaman    laut    dapat menyebabkan  hilangnya  alga  yang  berasosiasi dengan    karang    dan    menyebabkan    karang mengalami pemutihan atau Bleaching (Pandolfi dkk. 2011). Pemutihan karang dapat berpengaruh  pada hidup  karang  karena dengan hilangnya alga yang berasosiasi dengan karang, maka  karang  akan  kekurangan  nutrisi  dan  jika terus berlangsung akan mempengaruhi keadaan ekosistem terumbu karang. Ikan-ikan pun akan meninggalkan   terumbu   karang   tersebut   dan memberi  efek  ke  rantai  makanan.  Sehingga dapat  dikatakan  bahwa  dari  adanya  pemutihan karang  akan  menjadi  masalah  yang  kompleks karena   dapat   mengganggu   rantai   makanan biota laut. Selain    itu,    pengasaman    laut    yang diakibatkan  peningkatan  CO2  akan  membuat kadar ion karbonat (CO3-) menipis karena terus berikatan   dengan   ion   hidrogen   (H+)   yang sangat     reaktif.     Hal     inilah     yang     akan menghambat proses kalsifikasi dari karang dan moluska    karena    kekurangan    asupan    ion karbonat. Hal ini akan mengakibatkan semakin kecilnya  ukuran  tubuh  moluska  tersebut  dan bahkan  akan  mempengaruhi  jumlah  populasi dari moluska dan berdampak pada terbentuknya karang tersebut.

Tantangan dan Harapan

Meskipun lautan masih menjadi penyerap karbon alami yang vital, kapasitas ini tidaklah tak terbatas. Jika kita terus meningkatkan emisi tanpa kontrol, maka laut akan jenuh karbon, dan justru bisa menjadi sumber emisi kembali. Langkah-langkah mitigasi seperti perlindungan ekosistem biru (blue carbon ecosystems)—mangrove, padang lamun, dan rawa pesisir—perlu ditingkatkan. Ekosistem ini memiliki potensi besar dalam menyimpan karbon jangka panjang, bahkan lebih efisien daripada hutan daratan.

Lautan tidak hanya indah dan penuh kehidupan, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam menyerap karbon dan melindungi iklim bumi. Namun, fungsi vital ini akan melemah jika pemanasan global terus berlangsung tanpa penanggulangan serius. Oleh karena itu, konservasi laut dan pengurangan emisi karbon harus menjadi prioritas global demi masa depan yang berkelanjutan.

Leave a Comment

Shopping Cart
Scroll to Top
Butuh Bantuan?