
Bulan suci Ramadan merupakan salah satu bulan yang paling ditunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Setiap tahunnya, melihat hilal menjadi tradisi penting menjelang Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Kegiatan ini berperan dalam menentukan awal dan akhir bulan suci Ramadan.
Apa Itu Hilal?
Dalam bahasa Arab, hilal memiliki arti bulan sabit. Secara ilmiah, hilal merupakan bentuk bulan sabit yang masih sangat muda dan dapat dilihat pertama kali tepat setelah fase bulan baru (ijtima’). Bulan baru terjadi karena adanya peristiwa konjungsi antara matahari dan bulan, di mana bulan yang posisinya tidak menghadap ke arah Bumi tidak akan mendapatkan cahaya dari matahari (sehingga tidak terlihat). Setelah peristiwa konjungsi selama 12 jam, permukaan bulan secara bertahap akan terkena cahaya matahari, meskipun hanya sedikit (sangat tipis).
Bagaimana Cara Melihat Hilal?
Observasi hilal biasanya dilakukan melalui metode rukyat hilal di seluruh wilayah Indonesia dan dikoordinasikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia yang bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Metode ini sering digunakan oleh lembaga keagamaan dan para ulama dalam menentukan awal bulan dalam kalender Qomariyah atau Hijriah, termasuk awal bulan Ramadan (puasa), Syawal (Idul Fitri), dan Dzulhijjah (Idul Adha).
Dilansir dari Antara News, kemunculan hilal dapat dilihat dari beberapa pertanda yang membedakannya dengan objek langit lain, yaitu bentuknya seperti sabit tipis, muncul setelah matahari terbenam, lokasinya berada di ketinggian rendah, dan muncul dalam jangka waktu yang singkat. Menurut para pakar astronomi dan lembaga keagamaan, kriteria sah hilal dapat dikatakan sebagai awal bulan baru dalam kalender hijriah antara lain, hilal harus terlihat sekitar 12 jam setelah ijtima’, memiliki ketinggian minimal 2 derajat di atas ufuk, jarak elongasi antara bulan dan matahari minimal 3 derajat, serta dapat diamati secara langsung dengan kasatmata atau menggunakan alat bantu optik.
Jenis Teknik Pengamatan Hilal Menurut BMKG
Informasi yang didapatkan dari artikel BMKG, secara umum metode teknik pengamatan hilal terbagi menjadi 3 di antaranya :
- Pengamatan hilal dengan mata secara langsung
Pengamatan hilal secara langsung dengan mata telah dilakukan sejak zaman dahulu, termasuk pada masa Rasulullah SAW. Pengamatan ini biasanya dilakukan pada hari ke-29 setelah matahari terbenam. Metode ini memiliki beberapa ketentuan, yaitu jika hilal terlihat, maka bulan yang baru akan dimulai keesokan harinya. Namun, jika tidak terlihat, maka satu bulan Qomariyah digenapkan menjadi 30 hari. Metode pengamatan tersebut termasuk dalam jenis rukyatul hilal. - Pengamatan hilal dengan menggunakan alat bantu optik
Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, observasi hilal melalui metode rukyatul hilal kini dapat dilakukan dengan bantuan alat optik. Alat tersebut berupa teleskop yang dilengkapi sensor atau kamera sensitif untuk menangkap cahaya hilal. Dengan bantuan alat ini, hilal yang sangat tipis dan sulit diamati dengan mata telanjang dapat terlihat lebih jelas dan akurat. - Hisab astronomis
Selain mengamati hilal secara langsung dengan mata atau menggunakan alat optik, hilal juga dapat diamati melalui metode hisab astronomis. Metode ini berfungsi untuk memprediksi posisi hilal berdasarkan peredaran bulan dan matahari. Hal tersebut dapat diketahui dari terjadinya ijtima’ atau konjungsi antara bulan dan matahari sebelum matahari terbenam.
Jenis Teknik Pengamatan Hilal Menurut Riset Ilmiah
Menurut Arifin dalam Jurnal Yudisia (2014), Negara Indonesia memiliki 2 cara dalam menentukan hilal yaitu :
- Rukyatul Hilal
Metode rukyatul hilal merupakan teknik pengamatan hilal (lengkungan bulan sabit paling tipis) yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub). Hilal dapat diamati secara langsung dengan mata atau melalui alat optik (teleskop dengan sensor/kamera). Bulan yang dilihat harus berbentuk secara fisik (rukyatul hilal bil fi’li). Metode ini sering digunakan oleh pihak pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam penentuan awal masuk bulan Ramadan dan awal masuknya bulan Syawal sebagai penanda Idul Fitri.Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penggunaan metode rukyatul hilal di antaranya posisi bulan yang cukup tinggi di atas ufuk, jarak elongasi (sudut antara matahari dan bulan) yang cukup besar, cuaca yang cerah (tanpa atau sedikit awan), serta keberhasilan pengamat dalam mengenali hilal. Jika selama pengamatan hilal terjadi cuaca mendung (berawan) sehingga hilal tidak tampak, maka sebulan dalam kalender hijriah dapat disempurnakan menjadi 30 hari (H.R. Bukhari-Muslim).
- Hisab (Hakiki Wujudul Hilal)
Metode hisab merupakan perhitungan astronomis yang meyakini adanya hilal meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang selama memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain adanya peristiwa ijtima’ (konjungsi) antara matahari dan bulan, ijtima’ terjadi saat sebelum matahari terbenam, serta setelah terbenamnya matahari bulan sudah berada di bagian atas ufuk.Hisab (hakiki wujudul hilal) dapat diketahui kebenarannya melalui uji secara langsung menggunakan pengamatan (rukyat) terhadap fenomena alam yang dihisab, yaitu peredaran bulan dan matahari. Pengujian ini memakan waktu yang cukup lama sehingga tidak bisa serta merta mengeluarkan hasil pengamatannya.Metode hisab terbagi menjadi 5 macam yaitu hisab urfi (tradisi), hisab taqribi (pendekatan), hisab haqiqi (realitas), hisab haqiqi (pasti), dan hisab kontemporer modern. Metode penentuan hilal melalui hisab biasanya digunakan oleh pihak Muhammadiyah dalam penentuan awal masuk bulan Ramadan.Metode rukyatul hilal dan hisab (hakiki wujudul hilal) sama-sama merupakan metode yang baik dalam melihat hilal dan tidak saling bertolak belakang. Menurut pandangan ahli astronomi, hasil dari metode hisab hadir setelah melewati metode rukyat yang cermat dan memakan waktu cukup lama. Sedangkan, metode rukyatul hilal jika tidak menghasilkan metode hisab, maka hasilnya tidak akan berguna untuk pengamatan (rukyat) hilal selanjutnya.
Peran Geosains dalam Penentuan Hilal
Seluruh metode pengamatan hilal tersebut tidak terlepas dari peran penting bidang geosains. Berdasarkan penelitian dari Kurniawati (2022), peran geosains dalam pengamatan hilal di antaranya :
- Penggunaan citra satelit
Citra satelit digunakan untuk mengetahui kondisi atmosfer, cuaca, dan pengamatan hilal yang optimal. Hasil dari citra satelit yang didapatkan diolah melalui pemrosesan citra image stacking untuk meningkatkan kontras citra hilal dari yang sebelumnya terlihat sangat redup menjadi lebih jelas.
Geographic Information System (GIS)
Peran dari GIS dalam pengamatan hilal yaitu untuk mengamati visibilitas hilal dari visualisasi dan simulasi pergerakan bulan dan matahari. Faktor yang dapat mempengaruhi visibilitas hilal antara lain:
- Umur bulan
Umur bulan dilihat dari rentan waktu terbenam matahari dengan waktu terjadinya konjungsi. Umur bulan memiliki pengaruh yang penting terhadap ketebalan pencahayaan hilal. - Ketinggian hilal
Ketinggian hilal (altitude) merupakan besaran sudut yang didapatkan dari proyeksi posisi bulan di horizon yang teramati sampai pada posisi pusat piringan bulan berada. - Cahaya hilal
Cahaya dari hilal yang dimaksud adalah bagian bulan yang terkena oleh sinar matahari pada malam 30 hijriah dan membentuk sabit tipis terlentang jika dilihat dari bumi. - Selisih azimuth matahari dan bulan
Selisih azimuth antara matahari dan bulan memiliki pengaruh yang besar dalam penampakan hilal. Selisih ini dapat dilihat dari nilai sudut yang terbentuk dari benda langit dan dihitung sepanjang horizon dari titik utara ke arah timur searah dengan jarum jam. Biasanya nilai selisih azimuth ini selalu berkaitan dengan nilai ketinggian. - Elongasi (arc of light)
Elongasi merupakan jarak sudut antara pusat piringan bulan dengan pusat piringan matahari yang terlihat dari permukaan bumi. Besaran sudut ini akan mempengaruhi besarnya deviasi cahaya hilal dan piringan cahaya senja yang nantinya akan dibentuk oleh matahari.
Keseluruhan hasil pengamatan visibilitas hilal tersebut nantinya dipetakan dan didokumentasi dengan baik data dalam sistem informasi geografis.
Digital Elevation Model (DEM)
Penggunaan model digital elevasi dalam pengamatan hilal berfungsi sebagai analis penentuan lokasi pengamatan hilal yang akurat. Penentuan lokasi ini dapat dipetakan dalam DEM dan dilihat dari posisi geografisnya, ketinggian wilayah (kontur), serta bebas atau tidaknya dari gangguan objek (obstacle).
Jadi, itulah kaitan antara metode pengamatan hilal dengan bidang geosains. Metode pengamatan hilal akan terus berkembang ke depannya, mengikuti kemajuan dalam bidang geosains maupun astronomi. Namun, perhitungan hilal tetap mengacu pada rukyatul hilal dan hisab (Hakiki Wujudul Hilal) sesuai dengan petunjuk dalam Al-Qur’an dan Hadits.